(Majalah Ritel Indonesia - Ed Desember 2014)
Andy Djojo Budiman
Co-founder & Partner STEM - SAP Partner (www.sterling-team.com)
25 tahun kami
menjadi konsultan IT khususnya ERP, demikian banyak cerita dan pengalaman yang kami temui di lapangan
tentang implementasi sistem ERP. Banyak perusahaan yang merasa puas, namun tidak sedikit perusahaan yang gagal dalam
melakukan pergantian sistem lama dengan sistem baru atau mengimplementasi sistem baru yang
sebelumnya belum
pernah ada.
Pada umumnya, tujuan perusahaan mengganti sistem baru adalah untuk Efisiensi, Automasi, Kontrol terhadap
bisnis proses serta Integrasi sistem dan data antar departemen. Sayangnya, pada akhir proyek implementasi - mereka
merasa bahwa tujuan
yang diinginkan tidak tercapai
dan banyak dari pengguna (user) yang berkomentar:
'sistem yang baru tidak cocok dan sistem yang lama jauh lebih baik'. Hal ini tentu akan membuat pihak Top Management bingung karena harapannya tidak dapat terpenuhi dan
sistem baru justru mengganggu proses
operasional harian. Ini
merupakan tantangan implementasi yang
banyak menimbulkan rasa
frustrasi
bagi banyak pihak.
Ketika kami berdiskusi tentang faktor penyebab yang menimbulkan rasa frustrasi atau
ketidakpuasan,
seringkali mereka tidak dapat menjelaskan kondisi yang
terjadi dengan jelas atau tidak dapat melihat permasalahan dengan jelas, sehingga ketidakpuasan
mereka melahirkan rasa frustrasi karena kondisi yang terjadi tidak dapat diperbaiki.
Secara umum sering kami melihat kita pada
umumnya merasa bahwa kesalahan adalah dari pihak luar perusahaan yang dalam hal
ini adalah Konsultan yang tidak komit dalam menjalankan proyek misalnya janji
konsultan untuk mengerjakan sesuatu selalu mundur sehingga proyek tidak pernah
selesai. Konsultan yang tidak memahami
proses bisnis perusahaan sehingga pengguna harus menjelaskan secara rinci yang
akan membutuhkan waktu lama. Terjadi mis komunikasi dalam memahami proses
bisnis perusahaan bisa saja pihak client kurang lengkap menjelaskan atau pihak
konsultan tidak menangkap dengan baik.
Sering kita menganggap
mengganti sistem komputerisasi adalah semata-mata urusan teknikal atau urusan
departemen Teknologi Informasi sehingga fokus kita selalu hanya
kepada bagaimana mencari sistem yang sesuai dengan kebutuhan kita (Product)
dan Konsultan atau pengembang (Developer). Agar supaya hal-hal ini tidak
terjadi atau meminimalisasi hal-hal yang diuraikan diatas, penting kita
mengerti komponen dalam implementasi suatu sistem baru. Untuk Mudah nya dapat
kita rangkum menjadi 3P (Product, Process, People).
1.
Product
Produk
merupakan
komponen utama yang
harus kita
putuskan, apakah akan membeli
produk yang sudah jadi atau mengembangkan produk baru pastinya. Kesalahan yang
kadang terjadi adalah
ketika klien tidak mengetahui dengan pasti apa yang menjadi
kebutuhan dan harapan mereka dengan sistem baru sehingga produk yang akan dibangun menjadi tidak jelas
a.
Produk yang dibeli tidak sesuai dengan
kebutuhan
Penyebabnya adalah karena klien tidak memahami
dengan pasti apa sebenarnya kebutuhan mereka secara detail pada saat akan
memutuskan membeli suatu sistem. Ini
menyebabkan saat implementasi sering muncul banyak keinginan dibanding kebutuhan-kebutuhan yang
menyebabkan klien
merasa
produk yang ditawarkan tidak
cocok. Hal ini diperparah apabila kita akan mengimplementasikan produk yang
baru akan kita bangun (develop) karena
bercampurnya banyak kebutuhan
dan semua keinginan. Akhirnya sering terjadi
permintaan terhadap 'team
yang membuat sistem'
sehingga sistem yang
dibangun tidak cepat jadi karena banyak perubahan. Ini akan berakibat proyek
akan
mundur dari jadual.
Butuh
komitmen kuat dari pihak klien
untuk memutuskan apa yang menjadi kebutuhan mereka secara detail dan jelas
sehingga pada akhir proyek dapat diukur, apakah proyek selesai sesuai dengan target
awal ketika diputuskan
untuk
mengganti sistem.
b.
Proses seleksi untuk memilih Produk
tidak mengikutsertakan team yang memahami proses yang terjadi saat ini dan
kebutuhan-kebutuhan dimasa mendatang. Sehingga terjadi salah pengambilan
keputusan pada saat pembelian produk. Misalnya dalam industri Ritel, ketika kita memutuskan
menggunakan sistem yang biasa
digunakan untuk Proses Produksi atau bisa juga kita memilih konsultan yang
tidak pernah mengerjakan proyek
untuk
industri Ritel.
2.
Proses Bisnis
Proses Bisnis
merupakan komponen yang penting dalam suatu implementasi sistem, pada
perusahaan skala besar umumnya sudah memiliki bisnis proses atau yang biasanya
kita sebut Sistem Operasional dan Prosedur (SOP) untuk menjalankan operasional
sehari-hari perusahaan. Namun pada perusahaan kecil atau perusahaan yang sedang
berkembang SOP biasanya belum terbentuk atau kadang sudah mulai ada namun belum
terdokumentasi dengan baik dan masih dalam bentuk lisan.
a.
Proses Impementasi sistem sering
dipersepsikan sebagai hanya urusan team Teknologi Informasi sehingga menjadikan SOP
perusahaan tidak sejalan dengan sistem yang akan diimplementasi hal ini pada
akhirnya akan menimbulkan kebingungan pada proses implementasi. Karenanya
penting dalam proses implementasi semua departemen ikut serta sehingga proses
bisnis yang ada dapat selaras dengan sistem baru yang akan digunakan.
b.
Pada Perusahaan yang sedang berkembang
dimana SOP belum tersedia, sering keputusan untuk membeli sistem baru untuk
membantu dalam membentuk SOP perusahaan. Hal ini ada benarnya namun mungkin
tidak bisa dikatakan 100% tepat. Karena proses pembuatan SOP lebih kepada
melihat kebutuhan operasional sehari-hari dibanding mengikuti SOP dari suatu
sistem secara langsung. Juga kami mendapati pada saat pembuatan SOP membutuhkan
penyelarasan dengan struktur organisasi perusahaan seperti siapa yang
mengerjakan pemasukan data Pembelian dan siapa yang melakukan Persetujuan (Approval)
misal Staf Pembelian (Purchasing) yang melakukan pembelian akan
memasukkan data pada sistem baru, lalu apabila pembelian lebih dari 5 juta rupiah
akan melalui persetujuan Manager Pembelian.
Apabila
SOP tersebut belum tersedia, maka pada saat proses implementasi sistem akan
menemui banyak tantangan untuk mengambil keputusan cara mana yang akan kita
gunakan, dan akan berakibat kepada jadwal proyek yang berlarut-larut karena
perlu pengambilaan keputusan-keputusan yang saat ini belum disiapkan. Ikut
sertanya Top Management sebagai bagian dari tim proyek implementasi
sistem baru menjadi kunci untuk keberhasilan mengingat keputusan-keputusan
mengenai SOP sering hanya dapat dibuat oleh pihak Management apalagi proses
yang sudah menyangkut antar departemen. Apabila tim proyek hanya terdiri dari
pengguna/users maka diskusi mengenai SOP akan menjadi sangat rawan dengan
kepentingan masing-masing department yang akan memperlambat proses pengambilan
keputusan, dan pada akhirnya membuat proyek menjadi mundur.
Kasus
lainnya biasanya terjadi karena ekspektasi/
harapan
dari pengantian sistem baru adalah, dengan implementasi sistem baru maka
otomatis perusahaan akan memiliki SOP, jadi harapannya proyek implementasi
sistem baru akan melahirkan SOP untuk perusahaan. Hal ini yang banyak
menimbulkan kekecewan karena SOP tidak melulu merupakan sistem komputerisasi,
namun sistem komputersasi hanya merupakan bagian dari SOP suatu perusahaan.
.
3.
People/ Sumber Daya.
Faktor Sistem ERP yang baik dan SOP yang rapi tidak
menjadi jaminan bahwa sistem tersebut dapat terimplementasi dengan baik. Karena
Sistem ERP dan SOP hanya merupakan alat, dimana semuanya kembali kepada siapa
pengguna alat tersebut. Dapat kita analogikan seperti kita ingin membuat
seperangkat meja yang indah. Pastinya kita membutuhkan peralatan seperti
bahan-bahan yang dibutuhkan dan memenuhi standar yang kita inginkan, selain itu
kita juga membutuhkan proses untuk membuat meja tersebut seperti merancang
sesuai dengan fungsi yang diinginkan misalnya meja makan atau meja kerja,
melakukan langkah-langkah pertama-tama harus memotong kayu sesuai dengan
design, merakit sampai menghaluskan.
Dalam
contoh ini kita melihat semua peralatan seperti perkakas yang diperlukan dan
bahan baku yang dibutuhkan dapat dianalogikan seperti sistem ERP yang kita beli
atau kita buat. Tentunya kita harus yakin sistem tersebut harus baik, tanpa
alat yang baik dan sesuai dengan yang kita butuhkan akan sulit mencapai tujuan
kita.
Langkah-langkah
untuk membuat meja yang dibutuhkan dapat kita bayangkan sebagai sistem prosedur
untuk membuat meja, hal ini sama dengan implementasi sistem ERP kita
membutuhkan SOP untuk dapat mengimplementasikan sistem baru tersebut.
Dengan
dua komponen masih ada komponen ketiga yang sangat menentukan yaitu orang /
people yang akan menggunakan semua peralatan dan bahan yang sudah disiapkan.
Apabila tidak ada orang yang mengerjakan atau tidak mempunyai sumber daya
manusia yang cukup cakap untuk membuat meja, maka semua peralatan dan bahan
tersebut tidak ada artinya. Kita sering melihat hal ini, bagaimana dua
perusahaan berbeda dengan menggunakan peralatan dan bahan yang sama dapat
menghasilkan meja yang berbeda, artinya semuanya sangat bergantung kepada yang
membuat / menggunakan semua sumber daya tersebut.
Dalam implementasi sistem ERP kita sering melihat
bahwa tidak semua orang terlibat mendukung implementasi yang akan dilakukan,
sehingga sering SOP yang dibuat dengan sangat baik tidak dijalankan. Terlepas
dari apakah SOP tersebut tidak sesuai dengan operasional perusahaan atau team
tidak merasa harus mengimplementasikan SOP baru karena tidak melihat kegunaan
SOP yang baru.
Dibutuhkan komitmen semua team
dalam perusahaan untuk menjalankan apa yang sudah diputuskan bersama. Faktor
penting dalam menjalankan SOP sering merupakan perubahan dari cara pandang
(mindset) sebagai pengguna. Misalnya pada sistem sebelumnya tidak terdapat
fungsi approval pada saat pembuatan Pembelian Barang (Purchase Order). Sehingga
staf pembelian dapat langsung membuat PO dan langsung terbentuk terlepas dari
berapapun nilai PO tersebut, kemudian proses ini ingin kita tingkatkan dengan
cara, sistem ERP kita harapkan dapat melakukan proses persetujuan/approval
apabila staf pembelian melakukan pembelian diatas nilai 5 juta rupiah, maka
sistem akan memberitahukan manager pembelian untuk menyetujui secara online
melalui sistem. Secara desain,
baik secara SOP maupun secara sistem misalnya
dapat kita lakukan, hanya yang harus menjadi perhatian dalam kasus ini kita
melihat terjadi perubahan cara kerja sistem lama dengan yang akan dilakukan
sistem baru, dan SOP baru bahwa membutuhkan seorang manager untuk membuat PO
diatas 5 juta rupiah.
Karena satu dan lain hal pada
implementasinya manager yang seharusnya melakukan persetujuan pembuatan PO di
sistem, memberikan user dan akses nya kepada staff. Sehingga proses persetujuan
tetap dilakukan oleh orang yang sama yang dalam hal ini staf tersebut. Banyak alasan
yang bisa dikemukakan misalnya manager pembelian sering keluar kantor sehingga
memperlambat proses pembuatan PO dan barang sudah dibutuhkan.
Singkatnya sebuah sistem ERP yang
baik dan didukung oleh SOP yang tersedia, baru dapat terlaksana dengan baik
karena komitmen semua pihak di dalam organisasi dalam menjalankannya.
4.
Dalam implementasi sistem baru di semua
industry, ketiga faktor
Product, Process, People cukup dapat menjamin hasil yang cukup memuaskan, namun
dalam industry Ritel kami menemui ada faktor tambahan yang harus menjadi
perhatian yaitu DATA Management. Misalnya perusahaan Ritel Fashion yang menjual
beragam merek dapat memiliki Master Data Item/ Article
mulai dari ratusan ribu sampai jutaan.
Mengingat jumlah data yang cukup banyak dalam industri ritel, sangat membutuhkan
perhatian khusus pada saat implementasi sistem baru. Kami sering mendapati
banyak proyek implementasi menemui banyak kendala karena jumlah data yang
massif yang menyebabkan kondisi data tidak akurat. Dengan data yang kurang
memiliki tingkat akurasi maka sulit untuk bisa mendapatkan hasil yang
diinginkan.
Pada saat proses audit dimana kami terlibat sebelum
sistem dinyatakan dapat dijalankan (Go Live), salah satu kriteria adalah
berapa banyak barcode yang kita scan tidak ada masalah, dan apakah harganya
sudah sesuai. Bisa dibayangkan apabila banyak barcode tidak terdaftar dan harga
tidak akurat. Maka semua usaha implementasi yang sudah dilakukan tidak ada
artinya.
Karena itu unsur DATA harus menjadi perhatian serius
dari perusahaan pada saat melakukan implementasi sistem baru, dan hal ini juga
tidak dapat hanya diserahkan kepada department Teknologi Informasi saja. Lalu
berasumsi bahwa data yang disiapkan oleh team Teknologi Informasi sudah pasti
benar. Semua pengguna harus melakukan check dan recheck terhadap
keabsahan data, guna mendapatkan hasil yang maksimal dari sistem yang akan
digunakan.
Di akhir tulisan
ini kami berharap agar semua pemilik perusahaan berhati-hati dan selalu
memperhatikan semua faktor yang dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi
sistem ERP.
TIPS agar proyek
implementasi ERP berhasil.
1.
ERP
Project Implemenation bukan hanya Project Departmen Teknologi Informasi, namun
merupakan proyek dan tanggung jawab semua departemen.
2.
Agar
suatu proyek ERP berhasil
a.
Komitment
dari Top Management
b.
Komitment
dan Keterlibatan dari seluruh pengguna / user, kadang user sibuk dengan
aktifitas operasional sehari-hari sehingga kurang terlibat dan fokus dalam implementasi
system baru.
c.
Tujuan dari penggantian system yang jelas. Ekspektasi
yang realisitis dari system baru, kadang system baru dihadapkan dengan harapan
dapat menyelesaikan semua tantangan dalam perusahaan.
d.
Kebutuhan
yang diperlukan oleh perusahaan dengan jelas, bukan keinginan.
e.
Perencanaan Proyek yang baik
f.
Sumber daya manusia yang baik untuk
menjalankan proyek implementasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar