Selasa, 02 Juni 2015

Tantangan dalam Implementasi Sistem ERP


Majalah Retail Indonesia Ed Desember 2014 - Tantangan dalam Implementasi Sistem ERP


(Majalah Ritel Indonesia - Ed Desember 2014)
Andy Djojo Budiman
Co-founder & Partner STEM - SAP Partner (www.sterling-team.com)


25 tahun kami menjadi konsultan IT khususnya ERP, demikian banyak cerita dan pengalaman yang kami temui di lapangan tentang implementasi sistem ERP. Banyak perusahaan yang merasa puas, namun tidak sedikit perusahaan yang gagal dalam melakukan pergantian sistem lama dengan sistem baru atau mengimplementasi sistem baru yang sebelumnya belum pernah ada.

Pada umumnya, tujuan perusahaan mengganti sistem baru adalah untuk Efisiensi, Automasi, Kontrol terhadap bisnis proses serta Integrasi sistem dan data antar departemen. Sayangnya, pada akhir proyek implementasi  - mereka merasa bahwa tujuan yang diinginkan tidak tercapai dan banyak dari pengguna (user) yang  berkomentar: 'sistem yang baru tidak cocok dan sistem yang lama jauh lebih baik'. Hal ini tentu akan membuat pihak Top Management bingung karena harapannya tidak dapat terpenuhi dan sistem baru justru mengganggu proses operasional harian. Ini merupakan tantangan implementasi yang banyak menimbulkan rasa frustrasi bagi banyak pihak.

Sedikit mengulang artikel kami terdahulu, bahwa ada beberapa langkah yang harus diperhatian dalam implementasi sistem ERP (khususnya dalam dunia Ritel), yaitu mulai dari pemilihan sistem ERP, pemilihan konsultan yang akan membantu dalam melakukan implementasi atau pemilihan developer yang akan membuatkan sistem, sampai kepada proses  implementasi sistem ERP.


Apabila kita lakukan semua langkah-langkah di atas dengan penuh perencanaan dan pengawasan, maka implementasi suatu sistem adalah sesuatu yang mudah. Namun kami masih sering menemui ketidakpuasan hingga frustasi dari semua lini di perusahaan, mulai dari Top Management sampai kepada Pengguna (User) mengenai sistem baru yang diimplementasikan.

Ketika kami berdiskusi tentang faktor penyebab yang menimbulkan rasa frustrasi atau ketidakpuasan, seringkali mereka tidak dapat menjelaskan kondisi yang terjadi dengan jelas atau tidak dapat melihat permasalahan dengan jelas, sehingga ketidakpuasan mereka melahirkan rasa frustrasi karena kondisi yang terjadi tidak dapat diperbaiki.

Secara umum sering kami melihat kita pada umumnya merasa bahwa kesalahan adalah dari pihak luar perusahaan yang dalam hal ini adalah Konsultan yang tidak komit dalam menjalankan proyek misalnya janji konsultan untuk mengerjakan sesuatu selalu mundur sehingga proyek tidak pernah selesai.  Konsultan yang tidak memahami proses bisnis perusahaan sehingga pengguna harus menjelaskan secara rinci yang akan membutuhkan waktu lama. Terjadi mis komunikasi dalam memahami proses bisnis perusahaan bisa saja pihak client kurang lengkap menjelaskan atau pihak konsultan tidak menangkap dengan baik.

Sering kita menganggap mengganti sistem komputerisasi adalah semata-mata urusan teknikal atau urusan departemen Teknologi Informasi sehingga fokus kita selalu hanya kepada bagaimana mencari sistem yang sesuai dengan kebutuhan kita (Product) dan Konsultan atau pengembang (Developer). Agar supaya hal-hal ini tidak terjadi atau meminimalisasi hal-hal yang diuraikan diatas, penting kita mengerti komponen dalam implementasi suatu sistem baru. Untuk Mudah nya dapat kita rangkum menjadi 3P (Product, Process, People).

1.      Product
Produk merupakan komponen utama yang harus kita putuskan, apakah akan membeli produk yang sudah jadi atau mengembangkan produk baru pastinya. Kesalahan yang kadang terjadi adalah ketika klien tidak mengetahui dengan pasti apa yang menjadi kebutuhan dan harapan mereka dengan sistem baru sehingga produk yang akan dibangun menjadi tidak jelas
a.       Produk yang dibeli tidak sesuai dengan kebutuhan
Penyebabnya adalah karena klien tidak memahami dengan pasti apa sebenarnya kebutuhan mereka secara detail pada saat akan memutuskan membeli suatu sistem. Ini menyebabkan saat implementasi sering muncul banyak keinginan dibanding kebutuhan-kebutuhan yang menyebabkan klien merasa produk yang ditawarkan tidak cocok. Hal ini diperparah apabila kita akan mengimplementasikan produk yang baru akan kita bangun (develop) karena bercampurnya banyak kebutuhan dan semua keinginan. Akhirnya sering terjadi permintaan terhadap 'team yang membuat sistem' sehingga sistem yang dibangun tidak cepat jadi karena banyak perubahan. Ini akan berakibat proyek akan mundur dari jadual.
Butuh komitmen kuat dari pihak klien untuk memutuskan apa yang menjadi kebutuhan mereka secara detail dan jelas sehingga pada akhir proyek  dapat diukur, apakah proyek selesai sesuai dengan target awal ketika  diputuskan untuk mengganti sistem.

b.      Proses seleksi untuk memilih Produk tidak mengikutsertakan team yang memahami proses yang terjadi saat ini dan kebutuhan-kebutuhan dimasa mendatang. Sehingga terjadi salah pengambilan keputusan pada saat pembelian produk. Misalnya dalam industri Ritel, ketika kita memutuskan menggunakan sistem yang biasa digunakan untuk Proses Produksi atau bisa juga kita memilih konsultan yang tidak pernah mengerjakan proyek untuk industri Ritel.

2.      Proses Bisnis
Proses Bisnis merupakan komponen yang penting dalam suatu implementasi sistem, pada perusahaan skala besar umumnya sudah memiliki bisnis proses atau yang biasanya kita sebut Sistem Operasional dan Prosedur (SOP) untuk menjalankan operasional sehari-hari perusahaan. Namun pada perusahaan kecil atau perusahaan yang sedang berkembang SOP biasanya belum terbentuk atau kadang sudah mulai ada namun belum terdokumentasi dengan baik dan masih dalam bentuk lisan.
a.       Proses Impementasi sistem sering dipersepsikan sebagai hanya urusan team Teknologi Informasi sehingga menjadikan SOP perusahaan tidak sejalan dengan sistem yang akan diimplementasi hal ini pada akhirnya akan menimbulkan kebingungan pada proses implementasi. Karenanya penting dalam proses implementasi semua departemen ikut serta sehingga proses bisnis yang ada dapat selaras dengan sistem baru yang akan digunakan.
b.      Pada Perusahaan yang sedang berkembang dimana SOP belum tersedia, sering keputusan untuk membeli sistem baru untuk membantu dalam membentuk SOP perusahaan. Hal ini ada benarnya namun mungkin tidak bisa dikatakan 100% tepat. Karena proses pembuatan SOP lebih kepada melihat kebutuhan operasional sehari-hari dibanding mengikuti SOP dari suatu sistem secara langsung. Juga kami mendapati pada saat pembuatan SOP membutuhkan penyelarasan dengan struktur organisasi perusahaan seperti siapa yang mengerjakan pemasukan data Pembelian dan siapa yang melakukan Persetujuan (Approval) misal Staf Pembelian (Purchasing) yang melakukan pembelian akan memasukkan data pada sistem baru, lalu apabila pembelian lebih dari 5 juta rupiah akan melalui persetujuan Manager Pembelian.
Apabila SOP tersebut belum tersedia, maka pada saat proses implementasi sistem akan menemui banyak tantangan untuk mengambil keputusan cara mana yang akan kita gunakan, dan akan berakibat kepada jadwal proyek yang berlarut-larut karena perlu pengambilaan keputusan-keputusan yang saat ini belum disiapkan. Ikut sertanya Top Management sebagai bagian dari tim proyek implementasi sistem baru menjadi kunci untuk keberhasilan mengingat keputusan-keputusan mengenai SOP sering hanya dapat dibuat oleh pihak Management apalagi proses yang sudah menyangkut antar departemen. Apabila tim proyek hanya terdiri dari pengguna/users maka diskusi mengenai SOP akan menjadi sangat rawan dengan kepentingan masing-masing department yang akan memperlambat proses pengambilan keputusan, dan pada akhirnya membuat proyek menjadi mundur.
Kasus lainnya biasanya terjadi karena ekspektasi/ harapan dari pengantian sistem baru adalah, dengan implementasi sistem baru maka otomatis perusahaan akan memiliki SOP, jadi harapannya proyek implementasi sistem baru akan melahirkan SOP untuk perusahaan. Hal ini yang banyak menimbulkan kekecewan karena SOP tidak melulu merupakan sistem komputerisasi, namun sistem komputersasi hanya merupakan bagian dari SOP suatu perusahaan.
.


3.      People/ Sumber Daya.
Faktor Sistem ERP yang baik dan SOP yang rapi tidak menjadi jaminan bahwa sistem tersebut dapat terimplementasi dengan baik. Karena Sistem ERP dan SOP hanya merupakan alat, dimana semuanya kembali kepada siapa pengguna alat tersebut. Dapat kita analogikan seperti kita ingin membuat seperangkat meja yang indah. Pastinya kita membutuhkan peralatan seperti bahan-bahan yang dibutuhkan dan memenuhi standar yang kita inginkan, selain itu kita juga membutuhkan proses untuk membuat meja tersebut seperti merancang sesuai dengan fungsi yang diinginkan misalnya meja makan atau meja kerja, melakukan langkah-langkah pertama-tama harus memotong kayu sesuai dengan design, merakit sampai menghaluskan.
            Dalam contoh ini kita melihat semua peralatan seperti perkakas yang diperlukan dan bahan baku yang dibutuhkan dapat dianalogikan seperti sistem ERP yang kita beli atau kita buat. Tentunya kita harus yakin sistem tersebut harus baik, tanpa alat yang baik dan sesuai dengan yang kita butuhkan akan sulit mencapai tujuan kita.
            Langkah-langkah untuk membuat meja yang dibutuhkan dapat kita bayangkan sebagai sistem prosedur untuk membuat meja, hal ini sama dengan implementasi sistem ERP kita membutuhkan SOP untuk dapat mengimplementasikan sistem baru tersebut.
            Dengan dua komponen masih ada komponen ketiga yang sangat menentukan yaitu orang / people yang akan menggunakan semua peralatan dan bahan yang sudah disiapkan. Apabila tidak ada orang yang mengerjakan atau tidak mempunyai sumber daya manusia yang cukup cakap untuk membuat meja, maka semua peralatan dan bahan tersebut tidak ada artinya. Kita sering melihat hal ini, bagaimana dua perusahaan berbeda dengan menggunakan peralatan dan bahan yang sama dapat menghasilkan meja yang berbeda, artinya semuanya sangat bergantung kepada yang membuat / menggunakan semua sumber daya tersebut.
Dalam implementasi sistem ERP kita sering melihat bahwa tidak semua orang terlibat mendukung implementasi yang akan dilakukan, sehingga sering SOP yang dibuat dengan sangat baik tidak dijalankan. Terlepas dari apakah SOP tersebut tidak sesuai dengan operasional perusahaan atau team tidak merasa harus mengimplementasikan SOP baru karena tidak melihat kegunaan SOP yang baru.

Dibutuhkan komitmen semua team dalam perusahaan untuk menjalankan apa yang sudah diputuskan bersama. Faktor penting dalam menjalankan SOP sering merupakan perubahan dari cara pandang (mindset) sebagai pengguna. Misalnya pada sistem sebelumnya tidak terdapat fungsi approval pada saat pembuatan Pembelian Barang (Purchase Order). Sehingga staf pembelian dapat langsung membuat PO dan langsung terbentuk terlepas dari berapapun nilai PO tersebut, kemudian proses ini ingin kita tingkatkan dengan cara, sistem ERP kita harapkan dapat melakukan proses persetujuan/approval apabila staf pembelian melakukan pembelian diatas nilai 5 juta rupiah, maka sistem akan memberitahukan manager pembelian untuk menyetujui secara online melalui sistem. Secara desain,  baik secara SOP maupun secara sistem misalnya dapat kita lakukan, hanya yang harus menjadi perhatian dalam kasus ini kita melihat terjadi perubahan cara kerja sistem lama dengan yang akan dilakukan sistem baru, dan SOP baru bahwa membutuhkan seorang manager untuk membuat PO diatas 5 juta rupiah.
Karena satu dan lain hal pada implementasinya manager yang seharusnya melakukan persetujuan pembuatan PO di sistem, memberikan user dan akses nya kepada staff. Sehingga proses persetujuan tetap dilakukan oleh orang yang sama yang dalam hal ini staf tersebut. Banyak alasan yang bisa dikemukakan misalnya manager pembelian sering keluar kantor sehingga memperlambat proses pembuatan PO dan barang sudah dibutuhkan.

Singkatnya sebuah sistem ERP yang baik dan didukung oleh SOP yang tersedia, baru dapat terlaksana dengan baik karena komitmen semua pihak di dalam organisasi dalam menjalankannya.

4.      Dalam implementasi sistem baru di semua industry, ketiga faktor Product, Process, People cukup dapat menjamin hasil yang cukup memuaskan, namun dalam industry Ritel kami menemui ada faktor tambahan yang harus menjadi perhatian yaitu DATA Management. Misalnya perusahaan Ritel Fashion yang menjual beragam merek dapat memiliki Master Data Item/ Article mulai dari ratusan ribu sampai jutaan.
Mengingat jumlah data yang cukup banyak dalam industri ritel, sangat membutuhkan perhatian khusus pada saat implementasi sistem baru. Kami sering mendapati banyak proyek implementasi menemui banyak kendala karena jumlah data yang massif yang menyebabkan kondisi data tidak akurat. Dengan data yang kurang memiliki tingkat akurasi maka sulit untuk bisa mendapatkan hasil yang diinginkan.
Pada saat proses audit dimana kami terlibat sebelum sistem dinyatakan dapat dijalankan (Go Live), salah satu kriteria adalah berapa banyak barcode yang kita scan tidak ada masalah, dan apakah harganya sudah sesuai. Bisa dibayangkan apabila banyak barcode tidak terdaftar dan harga tidak akurat. Maka semua usaha implementasi yang sudah dilakukan tidak ada artinya.
Karena itu unsur DATA harus menjadi perhatian serius dari perusahaan pada saat melakukan implementasi sistem baru, dan hal ini juga tidak dapat hanya diserahkan kepada department Teknologi Informasi saja. Lalu berasumsi bahwa data yang disiapkan oleh team Teknologi Informasi sudah pasti benar. Semua pengguna harus melakukan check dan recheck terhadap keabsahan data, guna mendapatkan hasil yang maksimal dari sistem yang akan digunakan.
Di akhir tulisan ini kami berharap agar semua pemilik perusahaan berhati-hati dan selalu memperhatikan semua faktor yang dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi sistem ERP.

TIPS agar proyek implementasi ERP berhasil.
1.      ERP Project Implemenation bukan hanya Project Departmen Teknologi Informasi, namun merupakan proyek dan tanggung jawab semua departemen.
2.      Agar suatu proyek ERP berhasil
a.          Komitment dari Top Management
b.      Komitment dan Keterlibatan dari seluruh pengguna / user, kadang user sibuk dengan aktifitas operasional sehari-hari sehingga kurang terlibat dan fokus dalam implementasi system baru.
c.          Tujuan dari penggantian system yang jelas. Ekspektasi yang realisitis dari system baru, kadang system baru dihadapkan dengan harapan dapat menyelesaikan semua tantangan dalam perusahaan.
d.      Kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan dengan jelas, bukan keinginan.
e.          Perencanaan Proyek yang baik
f.          Sumber daya manusia yang baik untuk menjalankan proyek implementasi
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar