Sabtu, 01 Agustus 2015

Retail Online Now or Too Late

(Majalah Ritel Indonesia - Ed Januari 2015)
By Andy Djojo Budiman

Co-founder & Partner STEM - SAP Partner (www.sterling-team.com)

Pada saat menyiapkan sharing untuk topik kali ini, saya merasa sedikit lebih tertantang. Mengapa? Karena dari judulnya seakan-akan kami membawa retailer untuk berpikir strategic, dimana sebagai konsultan sistem informasi bisnis (ERP) - selama ini kami lebih banyak melakukan hal-hal praktis. Kalaupun ada hal-hal strategic yang kami pikirkan, lebih kami gunakan untuk kepentingan internal, walaupun kadang-kadang kami bagikan juga kepada customer untuk sharing.

Selama ini sebagai konsultan ERP, kami lebih banyak menghabiskan waktu untuk memperbaiki operasional internal perusahaan dan menjadikannya efektif dan efisien. Namun sejak tahun 2012, kami mulai melihat perkembangan penetrasi internet sejalan dengan kemajuan perangkat smart phone membuat kami mulai memasuki bisnis yang berhubungan dengan internet - dalam hal ini kami menangani operasional toko online.

Kami merasa saat ini pebisnis ritel sudah sadar bahwa mereka harus masuk dan memulai melakukan investasi di toko online. Sharing dari event Veritrans Agustus 2014 lalu - The Rise of eCommerce memberikan masukan sebagai berikut:


Estimated B2C eCommerce, Sales by Country 2013-2016 (in Billion USD)              2013      2014      2015     2016
China        181.62    274.57    358.59   439.72
Japan        118.59    127.06    135.54   143.13
South Korea   18.52     20.24     21.92    23.71
India         16.32     20.74     25.65    30.31
Indonesia      1.79     2.6        3.56     4.89
Source: InsideRetail

idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia) juga memperkirakan bahwa Online Shopping di Indonesia akan tumbuh paling sedikit 10x dalam 5 tahun mendatang dibanding saat ini (kutipan paparan acara Startup Asia 2014, 26-27 November 2014). Tentunya data-data di atas bisa diargumentasikan karena banyaknya penjualan B2C (Business to Customer) dan maraknya penjualan C2C (Customer to Customer) melalui jejaring social seperti Kaskus, OLX, Berniaga, Tokopedia, Facebook, Instagram, blackberry messanger ataupun messenger yang lain. Data-data tersebut sangat sulit dikumpulkan dan kemungkinan besar secara angka sebenarnya lebih besar dari yang dipaparkan.

Namun angka-angka diatas kiranya dapat memberikan kita gambaran betapa pasar penjualan online sudah tidak dapat dianggap enteng/ kecil oleh para peritel saat ini. Hal ini diperkuat dengan penetrasi internet yang terjadi pada perangkat mobile yang semakin canggih, APJII (Asosiai Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) memperkirakan tahun 2015 indonesia akan memiliki 139 juta pengguna internet, yang artinya sudah lebih dari setengah penduduk Indonesia melek internet.

Dari pengamatan kami 2 tahun terakhir terutama dengan rekan-rekan peritel dan mengikuti perkembangan dunia e-commerce terutama penjualan online retail B2C (Business to Customer), kami melihat pertumbuhan penjualan justru lebih banyak dinikmati oleh para peritel baru yang selama ini tidak memiliki toko seperti : Zalora, Lazada, dan lainnya. Sedangkan para peritel yang sudah kuat saat ini sepertinya masih belum tertarik dan kalaupun tertarik hanya sekedar "ada"/ exist di online. Tidak banyak yang memiliki pandangan yang kuat seperti apa nantinya toko mereka dimasa 5 tahun kedepan? Bagaimana komposisi penjualan toko vs online? Bahkan peritel belum banyak yang mengetahui parameter KPI apa yang dimiliki oleh toko online, seperti Conversion Rate, Bounce Rate, dan parameter lainnya.

Sekedar pendapat pribadi, acara-acara e-commerce yang kami ikuti, saya melihat "tidak ada" pembicara dari toko biasa yang kemudian mulai masuk ke toko online. Bahkan peserta pun sangat jarang dari toko biasa yang hadir. Kebanyakan yang hadir lebih kepada anak-anak muda dengan ide-ide briliant yang mencoba menghasilkan sesuatu yang lebih baik di masa depan, terutama apabila kita bicara dengan teknologi mobile yang semakin maju bagaimana dapat digunakan agar dapat lebih mempererat hubungan dengan pelanggan terutama demi meningkatkan pengalaman berbelanja.

Melihat kondisi ini, kami menjadi teringat bagaimana Wal-mart dapat menang dari K-Mart (buku KMART'S 10 Deadly Sins - How Incompetence Tainted An American Icon). Ada baiknya kami menunjukkan sedikit kutipkan buku tersebut agar bisa memberikan gambaran yang lebih baik. 1879 F.W. Woolworth opens its first five-and-dime.

1899 S.S Kresge Company founded by Sebastian S. Kresge.
1912 S.S Kresge incorporates with 85 stores and sales of more than $10million
1918 S.S. Kresge Company becomes a publicly traded company on the NYSE
1962 The first Kmart discount department store opens in a Detroit suburb, followed by 17 more that same year; Same Walton opens first Wal-Mart store in Rogers, Arkansas.
1966 Sebastian Kresge dies at age 99; Kmart has 162 stores.
1968 Wal-Mart begins opening stores outside of Arkansas.

List diatas masih sangat panjang, namun apabila kita liat sekilas, betapa kuatnya pengaruh Kmart pada tahun 60an, dan pada saat itu Wal-mart membuka toko pertamanya, Kmart sudah memiliki ratusan toko dan pengalaman lebih dari 80 tahun. Buku ini memaparkan 10 kesalahan yang dilakukan Kmart sehingga akhir cerita pada tanggal 22 January 2002 Kmart mengajukan Chapter 11 Bankruptcy Protection kepada pemerintah AS dan Wal-mart memenangkan persaingan sampai hari ini.

Yang sangat menarik perhatian saya adalah dari 10 kesalahan yang dilakukan Kmart, salah satunya ketidaksukaannya dengan teknologi pada saat itu (Technology Aversion) yang menyebabkan keterlambatan dalam melakukan investasi sistem informasi, bahkan Wal-mart yang saat itu lebih muda 80 tahun terlebih dahulu menerapkan sistem informasi didalam tokonya. S

ekali lagi saya tidak bermaksud mengambil kesimpulan bahwa masalah Kmart terjadi karena tidak atau terlambat berinvestasi di sistem informasi, karena masih ada 9 kesalahan yang menurut buku tersebut dilakukan Kmart.

"Pengalaman adalah Guru yang baik" adalah peribahasa yang selalu kita gunakan sejak kecil. Pendapat pribadi saya peribahasa tersebut ada baiknya kita sesuaikan dengan zaman dan ini menjadi salah satu motto saya "Pengalaman Orang Lain adalah Guru yang Baik dan Murah".

Jika kita kembali kesaat ini, bagaimana Kmart tertinggal dari Wal-mart dalam adopsi teknologi pada saat itu dimana saat itu juga merupakan jaman dimana komputerisasi baru saja mulai. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kita saat ini, kita dalam transisi teknologi informasi dimana dunia akan terkoneksi semua termasuk pribadi bukan hanya perusahaan. Karenanya sangat penting untuk ritel saat ini untuk mulai ekpansi ke channel distribusi yang baru yaitu Online.

Sesuai dengan natur dari teknologi informasi itu sendiri, biasanya perusahaan yang awal sekali mengadopsi (early adopter) dapat mengambil keutungan sebagai Competitive Advantage. Kita ambil contoh Fedex yang pada tahun 1994 menyediakan sistem untuk pelanggan agar dapat memonitor paket yang sedang dikirim. pada saat itu sistem ini dapat menjadi Nilai Tambah (Competitive Advantage) dibanding Pesaing, namun apabila kita liat saat ini sistem tracking paket sudah tidak menjadi nilai tambah namun menjadi suatu keharusan (Standard Industry), yang artinya apabila kita ingin membangun perusahaan distribusi pasti kita harus menyediakan pelanggan sistem yang dapat memonitor status dan keberadaan paket mereka.

Melihat dari 3 alasan di atas:
1. Nilai transaksi penjualan online saat ini dan prediksi dalam 5 tahun kedepan
2. Belajar dari riteler kelas dunia di masa lalu Kmart dan Wal-mart 3. Melihat kondisi penjualan online hari ini masih boleh dikatakan riteler yang bisa membangun channel online sebagai Competitive Advantage, karena belum semua ritel beradaptasi. Kalaupun ada belum secara serius dilakukan, contoh lebih konkrit sangat sedikit Anggota idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia) adalah riteler yang saat ini sudah berjalan, kebanyakan anggota idEA adalah perusahaan baru online.

Kami menyarankan, sebagai ritel yang sudah siap dengan barang dan jalur distribusi, sudah saatnya sekarang kita serius berinvestasi kepada jalur/channel online. Harus diakui tidak sedikit riteler yang sudah sangat mengerti apa yang coba kami sampaikan diatas, tapi tetap rasanya sulit untuk melakukannya. Ada yang sudah membuat website namun hanya untuk katalog dan pemasangan informasi promo, sayangnya inipun pada umumnya tidak terupdate dengan baik sesuai promo yang terjadi di toko. Ada juga yang sudah melakukan penjualan, namun tidak dilakukan dengan serius sehingga apabila ada pertanyaan dari pelanggan online tidak ditanggapi dengan serius.

Tips:
1. Punya visi yang jelas untuk toko online, tidak asal "ada" dan yang penting jualan. Mulailah memasukkan target sales toko online sebagai salah satu channel dengan serius. Point 1 ini sangat mudah dilupakan atau tidak diperhatikan. Mengapa? Hal ini karena investasi untuk toko online relatif lebih murah dibandingkan dengan investasi pembukaan toko sehingga keseriusan untuk menggarapnya sangat kurang. Malah seringnya setelah beberapa tahun, tidak dilakukan lagi karena penjualannya tidak bertumbuh.

2. Untuk menjadikan channel online kita baik dan berhasil, sebenarnya diperlukan investasi yang serius, bukan hanya dari sisi sistem informasi, tapi juga kepada team yang akan mengelolanya. Kesalahan yang banyak dilakukan peritel adalah menempatkan orang yang sama yang selama ini menangani operasional toko untuk menangani operasional online.

3. Rekrut team yang lebih muda, fresh sesuai dengan generasinya, dan menjiwai dunia internet dan sekitarnya, mereka adalah orang-orang yang paling mengerti karena sekali lagi sesuai dengan generasinya.

4. Investasi sistem informasi yang cocok dengan kebutuhan kita, ada ritel yang penjualan online hanya beberapa transaksi perhari sehingga mungkin saja kita tidak butuh sistem yang fully automatic, tapi ada juga riteler yang memiliki penjualan online sampai ribuan transaksi perhari. Sekali lagi sesuaikan kebutuhan dengan pertumbuhan usaha kita.

Akhirnya, judul yang saya coba sampaikan hari ini "online sales now or too late" kiranya bukan bermaksud untuk menakut-nakuti riteler, tapi untuk riteler besar kiranya bisa menjadi bahan masukan agar marketshare tidak terkikis oleh ritel-ritel online yang baru dan sangat banyak bermunculan. Ernest Hemingway bukunya The Sun Also Rises, pernah mengungkapkan “How did you go bankrupt?" Two ways. Gradually, then suddenly.” Tidak jarang hal ini terjadi karena kita "Underestimate Competitor" hal ini juga menjadi salah satu alasan Kmart gagal karena mengganggap enteng Wal-mart.

Untuk riteler usaha kecil menengah ini adalah kesempatan. Kita sedang berada di dalam satu perubahan jaman dan semoga anda dapat mengambil moment ini dan memanfaatkannya sebaik-baiknya sehingga anda dapat menjadi Wal-mart baru di masa depan. semangat!!!.

Semoga moment season akhir tahun 2015 anda sudah dapat menikmati pertumbuhan toko online anda dengan double digit growth. Itu harapan kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar